Fenomena-fenomena
Endemi, Pandemi, Sporadik dan Epidemi
1. 1. Endemi:
frekuensi penyakit pada wilayah tertentu menetap dan waktu yang lama
Contoh Kasus:
Muhammad Rohali
Rabu, 4 Desember 2013 − 16:03 WIB
Sindonews.com - Sebanyak 5 kecamatan di Kabupaten Ogan Komering
Ilir (OKI) termasuk wilayah endemis penyakit gajah atau filariasis. Hal ini sesuai
dengan survei yang dilakukan oleh Kementrian Kesehatan RI.
Tak pelak jika Kabupaten OKI menjadi daerah sasaran pengobatan masal dari program United States Agency for International Development (USAID) dari tahun 2013 hingga 2017 mendatang.
Hal ini diungkapkan Kepala Dinas Kesehatan (dikes) OKI, M Hakim, dalam rangka Pemberian Obat Massa Pencegahan (POMP), penyakit kaki gajah (filariasis) tahun 2013 di Kecamatan Tanjung Lubuk, Kabupaten OKI, Rabu (4/12/2013).
”Ada lima kecamatan di OKI yang termasuk indemis kaki gajah, yakni Kecamatan Tanjung Lubuk, Kayuagung, Teluk Gelam, SP Padang dan Kecamatan Cengal,” kata Hakim.
Oleh sebab itu, lanjut Hakim, Dinas Kesehatan Kabupaten OKI telah melakukan langkah-langkah untuk melakukan pencegahan dan pengobatan.
”Salah satu upaya pencegahan itu adalah dengan cara pemberian obat filariasis kepada warga di beberapa Kecamatan di wilayah di OKI yang termasuk edemis penyakit kaki gajah, seperti yang kita lakukan sekarang ini,” katanya.
Sementara itu menurut Hakim, dalam dunia kesehatan, penyakit kaki gajah yang biasa disebut sebagai filariasis atau elephantiasis, yang merupakan golongan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria. Penyakit ini ditularkan melalui nyamuk yang menghisap darah seseorang yang telah tertular sebelumnya. (rsa)
Tak pelak jika Kabupaten OKI menjadi daerah sasaran pengobatan masal dari program United States Agency for International Development (USAID) dari tahun 2013 hingga 2017 mendatang.
Hal ini diungkapkan Kepala Dinas Kesehatan (dikes) OKI, M Hakim, dalam rangka Pemberian Obat Massa Pencegahan (POMP), penyakit kaki gajah (filariasis) tahun 2013 di Kecamatan Tanjung Lubuk, Kabupaten OKI, Rabu (4/12/2013).
”Ada lima kecamatan di OKI yang termasuk indemis kaki gajah, yakni Kecamatan Tanjung Lubuk, Kayuagung, Teluk Gelam, SP Padang dan Kecamatan Cengal,” kata Hakim.
Oleh sebab itu, lanjut Hakim, Dinas Kesehatan Kabupaten OKI telah melakukan langkah-langkah untuk melakukan pencegahan dan pengobatan.
”Salah satu upaya pencegahan itu adalah dengan cara pemberian obat filariasis kepada warga di beberapa Kecamatan di wilayah di OKI yang termasuk edemis penyakit kaki gajah, seperti yang kita lakukan sekarang ini,” katanya.
Sementara itu menurut Hakim, dalam dunia kesehatan, penyakit kaki gajah yang biasa disebut sebagai filariasis atau elephantiasis, yang merupakan golongan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria. Penyakit ini ditularkan melalui nyamuk yang menghisap darah seseorang yang telah tertular sebelumnya. (rsa)
2. Pandemi: Frekuensi meningkat dengan drastis dalam waktu
singkat pada wilayah yang luas.
Flu babi telah menyita perhatian warga
dunia setelah menyerang sejumlah warga Meksiko. Berdasarkan
laporan Associated Press(AP), hingga 27 April telah meninggal dunia
sebanyak 103 orang dari 1.614 orang di Meksiko. Laporan AP juga menyebutkan
suspect flu babi telah menyebar pada sedikitnya delapan negara, diantaranya
Kanada, Amerika Serikat, Prancis, dan Selandia Baru. Pemerintah Kanada telah
mendapatkan kasus flu babi pertama pada 27 April lalu, sedang Amerika Serikat,
Prancis dan Selandia Baru telah melaporkan kasus serupa beberapa hari
sebelumnya.
Para pengidap flu babi
di Kanada ternyata sebelumnya telah mengadakan kontak dengan sejumlah
orang yang baru datang dari Mexico. Demikian halnya dengan kasus di Selandia
Baru yang menimpa beberapa pelajar di Rangitoto College, sebelumnya melakukan
aktifitas belajar (study tour) di Mexico dan telah dinyatakan positif flu babi.
Kasus di Selandia Baru mirip dengan kasus di Amerika Serikat karena sama-sama
menimpa para pelajar. Di AS, dari sekitar 100 pelajar di sekolah
swasta Saint Francis di wilayah Queen, 11 kasus diantaranya positif
flu babi.
Laporan pemerintah
Meksiko, virus flu babi telah menyerang sedikitnya 1.300 orang,
sedang 900 orang diantaranya dinyatakan sembuh. Sementara empat daerah pada
Negara tersebut dinyatakan rawan flu babi, termasuk Meksiko City. Berdasarkan
data KBRI di Meksiko, dari 90 orang WNI yang bermukim di Mexico, 70 orang
diantaranya berada di Ibukota Meksiko itu.
Fenomena flu babi yang menyebar secara cepat
ke berbagai negara dapat menyebabkan terjadinya pandemi yakni penyebaran virus
flu babi secara global. Organisasi kesehatan dunia (WHO) pun menggelar
pertemuan dengan ahli kesehatan guna membahas kasus flu babi yang telah menjadi
ancaman baru kesehatan masyarakat dunia.
Penyakit virus flu babi pertama dikenal sejak
tahun 1918, pada saat itu didunia sedang terdapat wabah penyakit influenza
secara pandemik pada manusia yang menelan korban sekitar
21 juta orang meninggal dunia (Hampson, 1996).
Dilihat dari namanya, berarti sumber asal
penyakit berasal dari babi, binatang yang banyak dikonsumsi kaum Non-Muslim.
Flu babi mulai dikenal dari pertanian dan peternakan babi di wilayah Midwest,
AS beberapa dekade silam.Sebelum virus flu babi hinggap ke tubuh manusia, semua
gen virus flu babi mempunyai tempat-tempat persinggahan sebagai vektor
penyebarannya. Ciri -ciri orang yang menderita penyakit flu babi adalah
mengalami demam lebih dari 39 derajat celcius, sakit kepala, mengalami pegal
linu dan iritasi mata.
Cara penyebaran virus influenza dari babi ke
babi dapat melalui kontak moncong babi dan melalui udara atau droplet. Faktor
cuaca dapat mempercepat penularan virus meski virus tidak akan tahan lama di
udara terbuka. Sub tipe H1N1 mempunyai kesanggupan menulari antara spesies
terutama babi, bebek, kalkun dan manusia, demikian juga sub tipe H3N2 yang
merupakan sub tipe lain dari influensa A. H1N1, H1N2 dan H3N2 merupakan ke 3 subtipe
virus influenza yang umum ditemukan pada babi yang mewabah di Amerika Utara
(Webby et al., 2000; Rota et al., 2000; Landolt et al., 2003), tetapi pernah
juga sub tipe H4N6 diisolasi dari babi yang terkena pneumonia di Kanada
(Karasin et al., 2000). Sejak tahun 1991, telah diidentifikasi subtype virus
avian influaenza, yakni H3N2, H4N2, H6N6, H5N2, H5N9, H7N1, H7N3, H9N2, H10N4,
dan H10N7.
Babi sebagai karier penyakit telah lama
diketahui di Denmark, Jepang, Italy dan Inggris. Manusia dapat terkena penyakit
influenza secara klinis dan dapat menularkannya pula pada babi. Kasus infeksi
sudah dilaporkan pada pekerja di kandang babi di Eropa dan di Amerika. Penyakit
pada manusia umumnya terjadi pada kondisi musim dingin. Transmisi kepada babi
yang dikandangkan atau hampir di ruangan terbuka dapat melalui udara seperti
pada kejadian di Perancis dan beberapa wabah penyakit di Inggris.
Sejak tahun 1930 ketika pertama kali virus flu babi diisolasi, sudah banyak aspek dari penyakit tersebut yang diungkapkan, antara lain meliputi tanda klinis, lesi, imunitas, transmisi, adaptasi virus terhadap hewan percobaan dan hubungan antigenik dengan virus influensa lainnya serta kejadian penyakit di alam.
Sejak tahun 1930 ketika pertama kali virus flu babi diisolasi, sudah banyak aspek dari penyakit tersebut yang diungkapkan, antara lain meliputi tanda klinis, lesi, imunitas, transmisi, adaptasi virus terhadap hewan percobaan dan hubungan antigenik dengan virus influensa lainnya serta kejadian penyakit di alam.
Influensa babi yang terjadi di Amerika
Serikat disebabkan oleh influensa A H1N1, sedangkan di banyak negara Eropa
termasuk Inggris, Jepang dan Asia Tenggara disebabkan oleh influensa A H3N2.
Banyak isolat babi H3N2 dari Eropa yang mempunyai hubungan antigenik sangat
dekat dengan A/Port Chalmers/1/73 strain asal manusia. Peristiwa rekombinan
dapat terjadi, seperti H1N2 yang dilaporkan di Jepang (Hayashi et al., 1993).
Pencegahan penyebaran Flu babi dapat
dilakukan dengan cara pemakaian masker, mencuci tangan dengan sabun dan
menghindari berjabat tangan dengan suspect flu babi. Bila terlanjur terjangkit
virus flu babi, langkah selanjutnya bisa dengan cara mengkarantina di rumah
sakit untuk mendapatkan vaksinasi.
3. Sporadik: Frekuensi
berubah-ubah menurut waktu pada wilayah tertentu.
Membahas mengenai sporadik, kita
akan mengingat kembali fenomena yang sangat mengejutkan beberapa tahun silam,
laporan Tempo.co satu ini akan menjadi bukti pernah terjadinya fenomena berikut.
TEMPO.CO , Jakarta -
Serangga pembuat gatal yang menyerang kawasan Surabaya, tomcat, ternyata berguna bagi
ekosistem darat. “Dia predator wereng yang mengganggu padi," kata Kepala
Bidang Pertanian dan Kehutanan Dinas Pertanian Surabaya, Alexandro S. Yahaya,
Selasa, 20 Maret 2012
Jadi
meski sudah masuk kategori hama (hewan pengganggu), Alex tak setuju jika
serangga bernama ilmiah Paederus
Riparius itu dibasmi.
Apalagi dengan pestisida yang mengandung residu berbahaya bagi manusia.
"Kalau saya justru mengusulkan dengan pestisida alami," katanya.
Sebab,
jika dibasmi, bisa-bisa wereng menggurita dan justru berbahaya bagi ketahanan
pangan. Jadi secara jangka panjang justru akan mengancam nasib manusia. Apalagi
lahan pertanian di Surabaya semakin menyusut.
Menurut
dia, tomcat muncul di permukiman karena
keseimbangan alam terganggu. "Padi tidak ada, sehingga inangnya juga tidak
ada, maka dia cari tempat lain," ujar Alex. Pada kasus serangan pertama tomcat di Surabaya tahun lalu, rumah susun
yang didatangi kumbang Rove itu berada di samping sawah.
Alhasil
ketika musim panen usai kumbang berwarna oranye hitam itu mampir ke permukiman
warga. "Mereka cari sinar," ujar Alex. Tomcat suka dengan kawasan yang banyak
ilalang, bakau, kumuh, dan kotor. Kalau di perumahan, kumbang itu suka di
jemuran atau kamar mandi.
Alex
menyarankan penduduk mematikan lampu jika tidak perlu. Lalu membersihkan
pekarangan dan banyak bercocok tanam. Sebab tanaman bisa jadi inang tomcat, sehingga tidak perlu mengganggu
manusia. "Pengamatan saya, di rumah yang banyak tanaman dan bersih, tomcat paling hanya satu atau dua," ujar
dia.
JAKARTA (RP) - Kasus
penyakit HIV/AIDS di Indonesia terus berkembang, sejak dari kasus pertama tahun
1987 sampai tahun 2012. Berdasarkan data Kemenkes, rate kumulatif kasus AIDS
Nasional sampai September 2012 adalah 11 per 100 ribu penduduk.
Meski begitu, Menkes Nafsiah Mboi menyatakan ada kabar baik bagi kasus penyakit mematikan tersebut. Dia mengatakan jumlah kasus HIV/AIDS dan angka kematian akibat penyakit tersebut, mengalami penurunan pada periode Januari hingga September 2012. "Untuk tahun ini jumlah kasus dan angka kematiannya bisa turun," ujar Nafsiah di gedung Kemenkes, Jumat (30/11).
Nafsiah menjelaskan, pada 2005-2009, jumlah kasus dan angka kematian akibat HIV/AIDS memang masih fluktuatif. Namun, angka tersebut kemudian naik drastis pada tahun 2010 dan 2011.
Pada 2012 ini untuk pertama kalinya terjadi penurunan. Tercatat, pada 2009 ada 9793 kasus HIV, 5458 kasus AIDS, dan 960 orang meninggal. Tahun berikutnya, terjadi peningkatan angka dengan 21591 kasus HIV, 6476 kasus AIDS, dan 1185 penderita meninggal.
Kemudian pada tahun 2011, angka kasus HIV tercatat sejumlah 21031, angka kasus AIDS 6178, dan jumlah kematian turun hingga 825 orang.
"Sementara sampai September tahun ini, kasus HIV tercatat menurun hingga 9883 kasus, kasus AIDS turun hingga 3541 kasus, dan angka kematian turun menjadi 514 orang," jelasnya.
Nafsiah menyebut penurunan tersebut dipengaruhi penyebaran pengobatan HIV/AIDS di 33 provinsi, dan kerjasama dengan sejumlah jaringan seperti asosiasi pekerja seks Indonesia, persaudaraan korban narkotika, asosiasi waria, dan Ikatan Perempuan Positif Indonesia, dalam melakukan sosialisasi.
"Kerjasama dengan merekalah yang membuat angka tahun ini turun. Kalau melihat data ini, kita boleh optimistik angkanya akan lebih baik lagi ke depannya," kata Nafsiah.
Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mengatakan, berdasar hasil MDGS Global Fund tahun 2011, angka penggunaan kondom di Indonesia tercatat masih minim. "Mereka menganggap kita kurang efektif dalam upaya pencegahan HIV/AIDS," ujar Nafsiah di kantornya, Jumat, 30 November 2012.
Meski begitu, Menteri 72 tahun tersebut masih menyayangkan laki-laki berperilaku seks beresiko yang cenderung tak mau menggunakan kondom. Berdasar data Kemenkes, pada tahun 2011, ada 61 persen lelaki pelaku hubungan seks dengan perempuan pekerja seks komersial yang menggunakan kondom.
Persentase itu menurun 7 persen dari tahun 2007. Sementara pada waria, angka penggunaan kondom pada 2011 meningkat 2 persen menjadi 80 persen, dari empat tahun sebelumnya. Sedangkan pada hubungan lelaki seks lelaki (LSL), persentase penggunaan kondom menurun 1 persen dari 2007.
"Ini yang kita sesalkan, mereka nggak mau pakai kondom. Nanti kalau kena penyakitnya, minta kita yang bayar. Bagaimana bisa mengharapkan tujuan MDG tercapai, jika penggunaan kondom menurun, sedangkan jumlah orang yang datang lokasi seks berisiko meningkat," tegasnya.
Sementara itu, dari data Kemenkes tahun 1987 hingga September 2012, Provinsi Papua tercatat sebagai daerah dengan penderita HIV tertinggi di Indonesia. Papua terdata memiliki 7572 kasus HIV, diikuti DKI Jakarta dengan 6299 kasus, Jawa Timur 5257 kasus, Jawa Barat 4098 kasus, Bali 2939 kasus, dan Jawa Tengah 2503 kasus. Sementara Kalimantan barat terdapat 1699 kasus, Sulawesi Selatan dengan 1377 kasus, Riau 755 kasus dan Sumatera Barat 715 kasus.
Pemerintah berharap angka kasus dan kematian akibat HIV/AIDS bisa menurun, dengan pencegahan seperti promosi perilaku hidup sehat, pendidikan moral dan kesehatan reproduksi, serta pemberian pengetahuan tentang narkotika. Sedangkan untuk penanganan, pemerintah menekankan pada promosi penggunaan kondom dan pengobatan penyakit kelamin di lokasi seks berisiko. (Ken)
Meski begitu, Menkes Nafsiah Mboi menyatakan ada kabar baik bagi kasus penyakit mematikan tersebut. Dia mengatakan jumlah kasus HIV/AIDS dan angka kematian akibat penyakit tersebut, mengalami penurunan pada periode Januari hingga September 2012. "Untuk tahun ini jumlah kasus dan angka kematiannya bisa turun," ujar Nafsiah di gedung Kemenkes, Jumat (30/11).
Nafsiah menjelaskan, pada 2005-2009, jumlah kasus dan angka kematian akibat HIV/AIDS memang masih fluktuatif. Namun, angka tersebut kemudian naik drastis pada tahun 2010 dan 2011.
Pada 2012 ini untuk pertama kalinya terjadi penurunan. Tercatat, pada 2009 ada 9793 kasus HIV, 5458 kasus AIDS, dan 960 orang meninggal. Tahun berikutnya, terjadi peningkatan angka dengan 21591 kasus HIV, 6476 kasus AIDS, dan 1185 penderita meninggal.
Kemudian pada tahun 2011, angka kasus HIV tercatat sejumlah 21031, angka kasus AIDS 6178, dan jumlah kematian turun hingga 825 orang.
"Sementara sampai September tahun ini, kasus HIV tercatat menurun hingga 9883 kasus, kasus AIDS turun hingga 3541 kasus, dan angka kematian turun menjadi 514 orang," jelasnya.
Nafsiah menyebut penurunan tersebut dipengaruhi penyebaran pengobatan HIV/AIDS di 33 provinsi, dan kerjasama dengan sejumlah jaringan seperti asosiasi pekerja seks Indonesia, persaudaraan korban narkotika, asosiasi waria, dan Ikatan Perempuan Positif Indonesia, dalam melakukan sosialisasi.
"Kerjasama dengan merekalah yang membuat angka tahun ini turun. Kalau melihat data ini, kita boleh optimistik angkanya akan lebih baik lagi ke depannya," kata Nafsiah.
Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mengatakan, berdasar hasil MDGS Global Fund tahun 2011, angka penggunaan kondom di Indonesia tercatat masih minim. "Mereka menganggap kita kurang efektif dalam upaya pencegahan HIV/AIDS," ujar Nafsiah di kantornya, Jumat, 30 November 2012.
Meski begitu, Menteri 72 tahun tersebut masih menyayangkan laki-laki berperilaku seks beresiko yang cenderung tak mau menggunakan kondom. Berdasar data Kemenkes, pada tahun 2011, ada 61 persen lelaki pelaku hubungan seks dengan perempuan pekerja seks komersial yang menggunakan kondom.
Persentase itu menurun 7 persen dari tahun 2007. Sementara pada waria, angka penggunaan kondom pada 2011 meningkat 2 persen menjadi 80 persen, dari empat tahun sebelumnya. Sedangkan pada hubungan lelaki seks lelaki (LSL), persentase penggunaan kondom menurun 1 persen dari 2007.
"Ini yang kita sesalkan, mereka nggak mau pakai kondom. Nanti kalau kena penyakitnya, minta kita yang bayar. Bagaimana bisa mengharapkan tujuan MDG tercapai, jika penggunaan kondom menurun, sedangkan jumlah orang yang datang lokasi seks berisiko meningkat," tegasnya.
Sementara itu, dari data Kemenkes tahun 1987 hingga September 2012, Provinsi Papua tercatat sebagai daerah dengan penderita HIV tertinggi di Indonesia. Papua terdata memiliki 7572 kasus HIV, diikuti DKI Jakarta dengan 6299 kasus, Jawa Timur 5257 kasus, Jawa Barat 4098 kasus, Bali 2939 kasus, dan Jawa Tengah 2503 kasus. Sementara Kalimantan barat terdapat 1699 kasus, Sulawesi Selatan dengan 1377 kasus, Riau 755 kasus dan Sumatera Barat 715 kasus.
Pemerintah berharap angka kasus dan kematian akibat HIV/AIDS bisa menurun, dengan pencegahan seperti promosi perilaku hidup sehat, pendidikan moral dan kesehatan reproduksi, serta pemberian pengetahuan tentang narkotika. Sedangkan untuk penanganan, pemerintah menekankan pada promosi penggunaan kondom dan pengobatan penyakit kelamin di lokasi seks berisiko. (Ken)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar