Senin, 17 Maret 2014

Tugas 1 (Penyakit Filariasis)


Tugas 1

 Masalah: Kaki Gajah (Filariasis)
Filariasis (penyakit kaki gajah) ialah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Cacing tersebut hidup di kelenjar dan saluran getah bening sehingga menyebabkan kerusakan pada sistem limfatik yang dapat menimbulkan gejala akut berupa peradangan kelenjar dan saluran getah bening (adenolimfangitis) terutama di daerah pangkal paha dan ketiak tetapi dapat pula di daerah lain. Peradangan ini disertai demam yang timbul berulang kali dan dapat berlanjut menjadi abses yang dapat pecah dan menimbulkan jaringan parut (Depkes RI, 2009).
Ada tiga spesies yang menjadi penyebab filariasis diantaranya Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. Cacing ini menyerupai benang dan hidup dalam tubuh manusia terutama dalam kalenjar getah bening manusia selama 4-6 tahun. Dalam tubuh manusia cacing dewasa menghasilkan jutaan anak cacing (mikroflaria) yang beredar dalam darah terutama pada malam hari. Di Indonesia jenis cacing filarial yang menginfeksi adalah Wuchereria bancrofti 
Wuchereria bancrofti. Cacing dewasa jantan dan betina hidup di saluran kalenjar limfe, bentuknya halus seperti benang dan berwarna putih susu. Cacing betina berukuran 65 – 100 mm x 0,25 mm dan cacing jantan 40 mm x 0,1 mm. Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria yang bersarung dengan ukuran 250 – 300 mikron x 7 - 8 mikron. Mikrofilaria ini hidup didalam darah dan terdapat di aliran darah tepi pada waktu tertentu saja, jadi mempunyai periodisitas. Pada umumnya, mikrofilaria W. bancrofti bersifat periodisitas nokturna, artinya mikrofilaria hanya terdapat di dalam tepi pada waktu malam. Pada siang hari, mikrofilaria terdapat di kapiler alat dalam (paru-paru, jantung, ginjal). (Gandahusada,2001). 
Nyamuk pembawa mikrofilaria menggigit manusia dan memindahkan larva infektif tersebut. Bersama aliran darah larva 3 menuju sistem limfe dan selanjutnya tumbuh menjadi cacing dewasa jantan atau betina serta berkembang biak. Cacing filarial dalam tubuh manusia terdeteksi pada malam hari, selebihnya bersembunyi di organ dalam tubuh manusia. Diagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah tepi. Mikrofilaria dapat ditemukan dalam darah pada malam hari dan siang hari, tetapi ditemukan dalam jumlah besar pada malam hari dan banyak ditemukan dalam kapiler dan pembuluh darah paru-paru. (Onggowaluyo,2001) 
Di Indonesia telah terindentifikasi 23 spesies nyamuk dari 5 genus yaitu Mansonia, Anopheles, Culex, Aedes, dan Armigeres yang menjadi vektor filariasis. Sepuluh spesies nyamuk Anopheles diidentifikasikan sebagai vektor Wuchereria bancrofti tipe pedesaan. Culex quinquefasciatus merupakan vektor Wuchereria bancrofti tipe perkotaan. Enam spesies Mansonia merupakan vektor Brugia malayi. Di Indonesia bagian timur, Mansonia dan Anopheles barbirostris merupakan vector filariasis yang paling penting. Beberapa spesies Mansonia dapat menjadi vector Brugia malayi tipe subperiodik nokturna. Sementara Anopheles barbirostris merupakan vektor penting Brugia malayi yang terdapat di Nusa Tenggara Timur dan kepulauan Maluku Selatan. 

Hospesnya antara lain:
   a. Manusia. Setiap orang mempunyai peluang yang sama untuk dapat tertular filariasis apabila digigit oleh nyamuk infektif (mengandung larva stadium III). Manusia yang mengandung parasit selalu dapat menjadi sumber infeksi bagi orang lain yang rentan (suseptibel). Biasanya pendatang baru ke daerah endemis (transmigran) lebih rentan terhadap infeksi filariasis dan lebih menderita dari pada penduduk asli. Pada umumya laki-laki banyak terkena infeksi karena lebih banyak kesempatan untuk mendapat infeksi (exposure). Gejala penyakit lebih nyata pada laki-laki karena pekerjaan fisik yang lebih berat (Gandahusada,1998). 

         b. Hewan. Beberapa jenis hewan dapat berperan sebagai sumber penularan filariasis (hewan reservoir). Hanya Brugia malayi tipe sub periodik nokturna dan non periodic yang ditemukan pada lutung (Presbytis criatatus), kera (Macaca fascicularis), dan kucing (Felis catus) (Depkes RI, 2005). 

Contoh Kasus:
SUKABUMI--Kasus penyakit kaki gajah atau filariasis di Kabupaten Sukabumi mencapai 30 kasus. Jumlah tersebut didasarkan temuan gejala penyakit kaki gajah sejak tahun 2006 lalu.
Data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sukabumi mengungkapkan, pada tahun 2006 lalu jumlah penderita kaki gajah mencapai 14 orang, tahun 2007 sebanyak empat orang, 2008 sebanyak sembilan orang dan tahun 2009 hanya sebanyak tiga orang. Puluhan penderita kaki gajah tersebar di sebanyak 40 lokasi.
''Kasus penyakit kaki gajah tidak sebanyak daerah lain di Jabar yang masuk wilayah endemik,''ujar Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) Dinkes Kabupaten Sukabumi, Tejo Sriwijoyo, Rabu (25/11). Dicontohkannya, pada tahun 2009 ini, Dinkes hanya menemukan tiga kasus penyakit kaki gajah di Kabupaten Sukabumi.
Menurut Tejo, puluhan warga yang menderita penyakit kaki gajah telah mendapatkan penanganan dari tim medis. Selain itu, Dinkes sudah mengambil sampel darah warga yang berada di sekitar penderita kaki gajah.
''Sepanjang tahun ini, kami sudah mengambil sampel darah warga di 20 lokasi berbeda,''terang Tejo. Lokasi pengambilan sampel itu diantaranya adalah Kecamatan Sukalarang, Pabuaran, Cicantayan, Parungkuda, Cicurug, Ciracap dan Lengkong.
Dari setiap lokasi, kata Tejo diambil sampel darah warga sebanyak 500 orang. Setelah hasil pemeriksaannya keluar, ternyata tidak satupun warga yang positif terkena kaki gajah. Sehingga langkah pengobatan massal filariasis di wilayah Kabupaten Sukabumi, belum perlu dilakukan. riga/rin
Sumber: Republika Online

Analisis Masalah:
a.       Frekuensi
Frekuensi menunjukkan besarnya masalah kesehatan. Kasus penyakit kaki gajah diatas telah mencapai 30 kasus dengan rincian pada tahun 2006 lalu jumlah penderita kaki gajah mencapai 14 orang, tahun 2007 sebanyak empat orang, 2008 sebanyak sembilan orang dan tahun 2009 hanya sebanyak tiga orang. Puluhan penderita kaki gajah tersebar di sebanyak 40 lokasi.
b.      Penyebaran
Kasus penyakit kaki gajah di Sukabumi mengalami penambahan dari tahun ke tahun walaupun jumlahnya bervariasi tiap tahunnya. Menurut sumber diatas Sukabumi bukan merupakan wilayah endemik penyakit filariasis. Dinkes setempat telah mengambil sampel darah warga di 20 lokasi berbeda untuk dilakukan upaya pencegahan.
Secara umum penyebaran penyakit Filariasis ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk yang mengandung larva infektif cacing filaria. Nyamuk yang menularkan filariasis adalah Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes dan Armigeres. Nyamuk tersebut tersebar luas di seluruh Indonesia sesuai dengan keadaan lingkungan habitatnya (got/saluran air, sawah, rawa, hutan).
c.       Faktor
Faktor penyebab terjadinya penyakit kaki gajah atau filariasis dapat berasal dari lingkungan tempat tinggal dan perilaku masyarakat. Lingkungan yang dekat dengan endemik penyakit kaki gajah akan berpeluang terkena dampak penyakit tersebut. Selain itu, perilaku masyarakat yang kurang menjaga kebersihan diri dan sekitar akan menyebabkan vektor penyakit kaki gajah mudah berkembang biak sehingga penularan penyakit ini semakin besar.
Beberapa upaya yang dapat dilakukakan untuk penanggulangan penyakit kaki gajah antara lain:
1. Menghindari diri dari gigitan nyamuk yaitu dengan menutup ruangan dengan kasa kawat, memakai kelambu pada tempat tidur.
2. Memberantas nyamuk serta sumber perindukan yaitu dengan membersihkan lingkungan tempat tinggal, menutup tempat penampungan air yang digunakan karena berpotensi menjadi sarang nyamuk, menguras bak mandi, menggunakan obat nyamuk. 
3. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang bahaya yang ditimbulkan oleh nyamuk salah satunya penyakit filariasis, sehingga masyarakat dapat ikut berpartisipasi dalam pemberantasan penyakit filariasis. 
Sumber:
Republika Online
http//harun yahya.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar